Nuzulul Quran Penafsiran Ayat 185 Surat al-Baqarah

Secara tegas Alquran menyatakan dalam Surat al-Baqarah ayat 185, bahwa peristiwa nuzulul quran terjadi dalam bulan Ramadhan.
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ (البقرة: 185)
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (Q.S. al-Baqarah [2]: 185).

Itulah kenapa bulan Ramadhan dipandang sebagai bulan yang sangat mulia, selain karena ibadah puasa, kemuliaan Ramadhan bertambah sebab Alquran diturunkan di bulan ini.
Dengan tegas dan jelasnya pernyataan ayat di atas, maka pendapat yang menyatakan terjadinya nuzulul quran pada pertengahan bulan Syakban (pada malam baraah) terbantah dengan sendirinya, misalnya riwayat dari ‘Ikrimah (Ibn Katsir, t.th.: VII, 188). Namun begitu keterangan ayat di atas hanya kuat dalam menginformasikan bulan penurunan Alquran, adapun tanggal penurunannya tidak disebut. Masalahnya, perlukah adanya penetapan tanggal nuzulul quran secara pasti? Jika penting, bagaimana cara mengetahui tanggal itu dengan benar?
Sebagaimana diketahui, Alquran tidak menjelaskan secara pasti kapan waktu dan tanggal penurunan Alquran. Oleh karena itu para ulama mencari keterangan lain untuk memperkhusus penjelasan ayat di atas yang masih umum. Jalan yang ditempuh adalah dengan mencari penjelasan dari ayat lain, keterangan dari sabda Rasul dan atsar para sahabat. Hasilnya, kita menemukan dua pendapat ulama; pertama menunjuk tanggal 17 Ramadhan, dan lainnya menyebut tanggal 24 Ramadhan.

Menafsirkan ayat dengan ayat
Untuk menjelaskan ayat 185 Surat al-Baqarah di atas, sebagian ulama merujuk kepada ayat berikut:
إحم (1) وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ (2) إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) (الدخان: 3)
Ha mim. Demi kitab (Al Qur’an) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (Q.S. al-Dukhan [44]: 3).
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (القدر: 1)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. (Q.S. al-Qadr [97]: 1).

Ayat di atas menjelaskan tentang turunnya Alquran pada malam kadar, sedangkan malam kadar terjadi dalam bulan Ramadhan. Maka ayat ini menambah kepastian informasi dalam surat al-Baqarah di atas, namun sayang, tanggalnya tidak bisa dipastikan seiring tidak pastinya tanggal laylat al-qadar.
Tidak pastinya tanggal dari penafsiran berdasar ayat di atas membuka peluang untuk mempertimbangkan informasi lain berdasar ayat 41 surat al-Anfal:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آَمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الأنفال:41)
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. al-Anfal [8]: 41).

Sebagian ulama menjadikan ungkapan “yawm al-furqân” dalam ayat ini sebagai kata kunci dalam mencari hari pertama penurunan Alquran. Ayat ini menjelaskan, bahwa yawm al-furqân adalah hari di mana dua jamaah bertemu. Menurut Ibn Ishâq, ini adalah hari berhadapannya umat Islam dengan musyrikin Quraysy di perang Badar. Berdasar catatan sejarah, peristiwa ini terjadi Jumat, tanggal 17 Ramadhan tahun kedua hijrah.
Penjelasan ayat di atas tentang Alquran yang diturunkan pada hari yang sama dengan perang Badar, dipahami sebagai isyarat bahwa Alquran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan tahun pertama kenabian. Penafsiran ini masih dalam bentuk penafsiran ayat dengan ayat, jadi tetap memiliki kekuatan yang tidak bisa ditolak begitu saja.

Rujukan kepada Hadis dan Atsar
Keluasan jangka waktu dalam ayat 185 surat al-Baqarah telah dipersempit oleh penjelasan malam kadar dalam Surat al-Dukhan dan al-Qadar. Dengan menjadikan malam kadar sebagai kata kunci, para ulama merujuk kepada hadis berikut:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا أَبُو سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ »
Dari ‘Ā’isyah ra., bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Carilah malam kadar dalam malam-malam ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan”. (HR. al-Bukhari).

Sayangnya tanggal yang pasti juga tidak bisa ditetapkan melalui hadis ini. Meskipun begitu, diyakini bahwa Alquran diturunkan pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir Ramadhan.
Informasi lain yang bisa dirujuk adalah hadis yang di-takhrīj-kan oleh Ahmad, dan Thabrani berdasarkan riwayat dari Qatadah:
وروى قتادة عن واثلة [ أن النبي صلى الله عليه و سلم قال : أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان وأنزلت التوراة لست مضين من رمضان وأنزلت الزبور لاثنتي عشرة من رمضان وأنزل الإنجيل لثمان عشرة خلت من رمضان وأنزل القرآن لأربع وعشرين مضت من رمضان ]
Nabi Saw. bersabda: “Suhuf untuk Nabi Ibrahim diturunkan pada awal Ramadhan, Taurat diturunkan pada enam Ramadhan, Zabur diturunkan pada dua belas Ramadhan, Injil diturunkan pada delapan belas Ramadhan, dan Alquran diturunkan pada dua puluh empat Ramadhan.

Al-Qurthubî dalam tafsirnya al-Jâmi‘ li Ahkâm al-Qur’ân meyakini bahwa hadis ini merupakan petunjuk yang melatari pendirian al-Hasan, bahwa Alquran diturunkan pada malam dua puluh empat Ramadhan, (al-Qurthubî, t.th.: II, 266).
Secara sanad, hadis ini bernilai hasan dan bisa dipedomani, bahkan al-Albani yang telah melakukan kritik sanad terhadap hadis ini memasukkannya dalam kitab Sahih al-Jâmi‘. Namun secara matan hadis ini masih harus dikritisi, sebab jika dibandingkan dengan hadis sahih di atas terlihat adanya kontradiksi. Malam kadar yang disebut di sana adalah malam ganjil, sementara hadis ini menyebut malam genap (malam dua puluh empat) sebagai malam penurunan Alquran, padahal jelas malam penurunan Alquran itu adalah malam kadar yang menurut hadis sahih malam ganjil. Dengan demikian, informasi dari hadis ini tidak sampai kepada derajat meyakinkan secara pasti. Lalu bagaimana dengan pendirian ulama yang berpegang kepada tanggal 17 Ramadhan?
Secara redaksional ayat 41 Surat al-Anfal menjelaskan tentang harta ganimah, bukan peristiwa penurunan Alquran. Berbeda dengan Surat al-Dukhan dan al-Qadar, yang secara munâsabah, redaksinya memang menjelaskan tentang penurunan Alquran. Jadi dari sudut pandang ini menjadi lebih lemah dibanding surat al-Dukhan dan al-Qadar, namun begitu sebagian ulama yakin bahwa isyarat dalam ayat ini bisa dijadikan hujah.
Al-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yawm al-furqân adalah hari perang Badar. Sama seperti Ibn Ishâq, ia mengangkat sebuah riwayat tentang penjelasan yawm al-furqân:
حدثنا ابن حميد قال، حدثنا يحيى بن واضح قال، حدثني يحيى بن يعقوب أبو طالب، عن أبي عون محمد بن عبيد الله الثقفي، عن أبي عبد الرحمن السلمي، عبد الله بن حبيب قال: قال الحسن بن علي بن أبي طالب رضي الله عنه: كانت ليلة "الفرقان يوم التقى الجمعان"، لسبع عشرة من شهر رمضان.
Dari Abdullah ibn Habib, al-Hasan bin Abi Thalib berkata: “Malam al-furqān yang merupakan hari bertemunya dua jamaah, adalah malam tujuh belas Ramadhan”.

Menurut Ibn Katsir, riwayat di atas bernilai baik (jayd) dan kuat, ia juga menambahkan riwayat lain dari Ibn Mardawiyyah yang katanya sahih, (Ibn Katsir, t.th.: IV, 47). Dengan demikian, yawm al-furqân yang dijelaskan Alquran sebagai hari berhadapannya dua pasukan (muslim-musyrik) di Badar, dapat dipastikan terjadi pada 17 Ramadhan.
Kepastian yawm al-furqân tidak bisa serta merta dijadikan dasar menetapkan tanggal penurunan Alquran, sebab ayat 41 surat al-Anfal hanya menyebutnya secara implisit, sedangkan uraian pokok ayat adalah tentang harta ganimah. Akibatnya informasi dalam ayat ini bertentangan dengan ayat yang menyebut malam kadar tanpa bisa ditarjih salah satunya. Itulah kenapa perbedaan pendapat ini terus berlanjut, dan umumnya para ulama memilih salah satu pendapat berdasar kecenderungan pribadinya.

Pendapat para ulama
Disebutnya yawm al-furqân (hari pembeda) dalam ayat di atas, memberi alasan untuk menghubungkan dua peristiwa yang berselang lima belas tahun ini sebagai peristiwa yang waktu kejadiannya sama. Jadi berdasar ayat 41 surat al-Anfal, sebagian ulama menyimpulkan bahwa perang Badar terjadi dalam waktu yang sama dengan peristiwa penurunan Alquran, yaitu sama-sama terjadi pada malam Jumat tanggal 17 Ramadhan. Disimpulkan bahwa Alquran diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan tahun pertama pengangkatan Nabi Muhammad sebagai Rasul.
Peristiwa nuzulul quran terjadi setelah Muhammad saw. mencapai usia matang, yaitu empat puluh tahun, tepat pada awal bulan Februari 610 M. Tempat penurunannya adalah di gua Hira’, yaitu tempat di mana biasanya Nabi saw. bertahannus (mengasingkan diri) dalam bulan Ramadhan. Bertahannus merupakan praktek yang lazim dilakukan oleh masyarakat Arab yang menganut agama hanif (ajaran Nabi Ibrahim) sebelum Islam datang.
Al-Syaykh al-Khudhari Beik (dalam kitabnya Nûr al-Yaqîn), berpegang kepada pendapat Mahmud Basya al-Falaki yang telah melakukan penelitian mendalam, dan meyakini bahwa peristiwa turunnya Alquran terjadi pada tanggal 17 Ramadhan sebelum hijrah, bertepatan dengan bulan Juli tahun 610 M, (Khudhari Beik, t.th.: 25). Pendirian yang sama juga dikemukakannya dalam kitabnya Târîkh al-Tasyrî‘ al-Islâmî, (Khudhari Beik, t.th.: 6). Ia menyatakan bahwa pendapat ini dipilih oleh Ibn Ishâq, (w. 151 H., penulis biografi Nabi yang pertama dan terpercaya), dan Ibn Jarîr al-Thabarî (w. 310 H., penulis tafsir bi al-ma’tsur, yaitu Jâmî‘ al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân).
Ibn Ishâq yakin bahwa penjelasan ayat ini merupakan isyarat bagi tanggal peristiwa turunnya Alquran. Baginya peristiwa ini tidak mungkin dilupakan Alquran, sebab ini peristiwa terpenting yang harus dijelaskan waktu terjadinya walau secara tersirat.
Pendapat di atas menjadi dasar pegangan bagi peringatan Nuzulul Qur’an di Indonesia. Beberapa sumber menyatakan bahwa peringatan ini dilaksanakan pertama sekali oleh Presiden Soekarno atas anjuran Buya Hamka. Tanggal 17 Ramadhan dipilih karena bertepatan dengan peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang juga jatuh di bulan Ramadhan. Terlepas dari dasar pertimbangan Buya Hamka dalam memilih tanggal 17 Ramadhan untuk dirayakan sebagai hari Nuzulul Qur’an, yang jelas tanggal ini masih kontroversi.
Sampai di sini tampak bahwa keyakinan dan argumen Ibn Ishâq tidak bisa sampai ke taraf kebenaran yang bisa diterima semua pihak. Al-Qasthalani dalam komentar (syarh)-nya terhadap Sahîh al-Bukhârî mengangkat banyak pendapat ulama yang berbeda pendirian dari Ibn Ishâq. Hal ini membuktikan bahwa Islam tidak memberikan satu catatan pasti tentang kapan waktu penurunan Alquran. Tentunya kondisi ini memiliki hikmah tersendiri yang harus kita renungi dan hayati…
Kiranya Islam tidak mementingkan perayaan waktu turunnya Alquran, karena manusia memiliki kecenderungan untuk larut dalam perayaan yang melalaikannya dari pelaksanaan isi Alquran. Wallahu A‘lam.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

QURBAN: ISHAK, ATAU ISMAIL? (Penafsiran Ayat 100-103 Surat al-Shaffat)

Kumpulan Kaidah Fiqhiyah

Demi Jiwa (Penafsiran Ayat 7-10 Surat al-Syams)

Ayat-ayat Setan (Satanic Verses): Penafsiran Ayat 52 Surat al-Hajj

Bekas di Dahi (Penafsiran Ayat 29 Surat al-Fath)

Hubungan Teori Sistem dengan Pendekatan Holistik dalam Ijtihad Kontemporer

Pengertian Kaidah Fiqhiyah

Kumpulan Kaidah Maqasidiyah

Kembali ke Fitrah: Tafsir ayat 30 Surah al-Rum