Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Zakat dan Riba; Tafsir ayat 39 Surah al-Rum

Membicarakan ajakan membayar zakat menimbulkan pertanyaan, bukankah zakat telah diperintahkan langsung oleh Allah? Maka perintah Allah ini sudah lebih dari cukup sebagai ajakan. Lalu apa faedahnya ajakan membayar zakat? Berbagai jawaban bisa diajukan, tetapi Alquran menetapkan agar setiap ajakan dilakukan dengan hikmah dan maw‘idhah hasanah (QS. Al-Nahl [16]: 125). Hal ini meniscayakan ajakan membayar zakat juga dilakukan dengan menyentuh kesadaran muzakki. Untuk itu, perlu dikemukakan satu persoalan dalam zakat yang menuntut sikap bijaksana sehingga ajakan membayar zakat dapat dilakukan dengan hikmah dan maw‘idhah hasanah pula. Mengingat substansi Islam adalah ajaran Alquran dan Sunah, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengeksplor wacana Alquran tentang zakat. Dalam hal ini, menarik ketika Alquran mengemukakan wacana dalam ayat berikut: وَمَا آَتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آَتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُر

Kembali ke Fitrah: Tafsir ayat 30 Surah al-Rum

Allah berfirman dalam surat al-Rum: فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (الروم: 30) Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama (Allah); (tetap-lah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui . (Q.S. al-Rum [30]: 30). Menurut al-Zujâj, kata perintah “aqim” dalam ayat berarti “ikutilah agama yang lurus, dan ikutilah fitrah Allah”, (al-Qurthubî, t.th.: XIV, 20). Jadi kata aqim dimaknai atbi‘ dan memiliki dua objek ( maf‘ûl ), yaitu wajhaka dan fitrat Allah . Sementara al-Thabari menjadikan kata fitrah sebagai sandaran ( masdar ) perintah aqim , yaitu; karena --secara fitrah-- Allah menciptakan manusia dengan kesiapan untuk menerima dan me-ngemban agama ini. Penafsiran lain dari Thahir ibn ‘A

Memfitnah Islam (?)

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (الممتحنة: 5) “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 5) Ayat ini merupakan rangkaian dari penjelasan Alquran tentang interaksi dengan nonmuslim. Kala ayat ini turun, umat Islam yang baru berhijrah masih berharap agar dapat kembali mesra dengan kerabatnya yang musyrik. Lalu umat Islam diingatkan agar tidak menjadi penyebab fitnah bagi orang kafir. Menurut Ibn Asyur kata “ fitnah ” dalam ayat ini merupakan kiasan ( kinayah ) sehingga maknanya menjadi: “Janganlah Engkau jadikan mereka mendominasi ( ghalabah /menguasai) terhadap kami.” Adapun makna yang terkandung dalam kata “ fitnah ” menurut Ibn Asyur adalah: “Dan jauhkanlah cacat dan keburukan dari kami agar tidak menjadi sebab fitnah terhadap orang