Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

MENGGAGAS TAFSIR AYAT HUKUM DALAM KERANGKA FIQH AL-IKHTILĀF

Tulisan ini telah dimuat di Jurnal Substantia, Vol 18, No. 2, tahun 2016  http://www.substantiajurnal.org/index.php/subs/article/view/175 Abstrak Perbedaan pendapat dalam penafsiran terhadap ayat hukum dapat menimbulkan kesan adanya disharmoni antara satu sama lain ajaran Alquran. Padahal ayat 82 Surah al-Nisa menegaskan bahwa tidak ada kontradiksi dalam Alquran. Namun persoalan ini tidak terakomodir dalam kajian fikih karena perbedaan dilihat sebagai masalah furukiyah saja. Padahal tidak sedikit perbedaan itu terjadi pada isu-isu fundamental ajaran Islam. Sayangnya hal ini juga tidak tertangani oleh disiplin ilmu tafsir karena orientasinya yang terfokus pada penemuan makna. Oleh karena itu, tulisan ini menawarkan agar tafsir ayat hukum dilakukan dalam kerangka teoretik fiqh al-ikhtil ā f yang melihat perbedaan sebagai keragaman ( al- ta‘addud al- tanawwu‘ ). Dalam tulisan ini, metode deduktif interpretif dipadukan dengan metode analisis kritis, lalu digunakan untuk melakukan

PENDEKATAN SIRKULER DALAM KAJIAN PERBANDINGAN MAZHAB

A.   Pendahuluan Kajian perbandingan mazhab dalam fikih dapat mengantarkan peneliti pada temuan sifat saling mengisi antar pendapat yang berbeda. Oleh karena itu, kajian perbandingan mazhab sangat urgen di tengah keragaman furukiyah masyarakat muslim, khususnya di Indonesia. Namun jika dilakukan dengan pendekatan keilmuan yang kurang tepat justru akan bertentangan dengan nilai islami yang melihat perbedaan sebagai rahmat. Dalam Hadis yang dibukukan oleh al-Bukhārī (juga al-Nasā’ī), Rasulullah saw. bersabda: عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَقُولُ « إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ » . Diriwayatkan dari ‘Amr ibn ‘Āş, bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Apabila seorang hakim berijtihad dan benar maka ia mendapat dua pahala, dan apabila salah ia mendapat satu pahala.” (H.R. al-Bukhārī). [1]