Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2013

Seni Desain Islami dalam Sejarah Aceh

Gambar
A.     Pendahuluan Sebuah karya seni, khususnya seni rupa, mengandung nilai-nilai estetika sesuai dengan budaya yang melatarbelakangi karya tersebut. Misalnya karya seniman muslim yang menghindari bentuk-bentuk berperspektif karena menimbulkan kesan hidup. Hal ini jelas karena keyakinan sang seniman muslim bahwa Islam tidak meganjurkan penggambaran makhluk hidup yang bernyawa. Oleh karena itu dalam masyarakat muslim berkembang desain dekorasi floral dan kaligrafi Islam. Para seniman muslim mengimprovisasi seni rupa dekorasi floral dengan bentuk-bentuk simetris dan diametral sehingga timbullah aliran seni rupa tersendiri yang tidak kurang indahnya dari seni rupa yang berkembang di Eropa dan Barat secara umum. Dengan demikian seni rupa Islami memiliki gaya dan cita rasa estetis tersendiri yang oleh Sayyed Hoseyn Nasr dikaitkan dengan spiritualitas Islam itu sendiri. Istilah spiritualitas dalam Islam dikaitkan dengan rū h yang merujuk kepada spirit atau ma‘nā , dengan demikian istil

QURBAN: ISHAK, ATAU ISMAIL? (Penafsiran Ayat 100-103 Surat al-Shaffat)

Allah berfirman: فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (الصافات: 102) Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!”. Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar . (Q.S. al-Shaffat [37]: 102). Dalam menafsirkan ayat ini, para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang disembelih. Sebagian ulama berpendirian, bahwa yang disembelih adalah Ishak, mereka berpegang kepada riwayat yang katanya bersumber dari ulama kalangan sahabat dan tabiin. Antara lain dapat disebut al-‘Abbas ibn ‘Abd al-Muthallib dan anaknya ‘Abdullah, berdasar riwayat secara marfu‘ yang mengatasnam

Ketrampilan di Dayah: Sebuah Studi dengan Pendekatan Sejarah

Tulisan ini dipresentasikan pada acara Workshop Pengelolaan Lifeskill bagi Guru Pondok Pesantren di Oasis Hotel, Kamis 12 September 2013. Diselenggarakan oleh Kanwil Kemenag Prov. Aceh. A.   Pendahuluan Kata history (Ing.) adalah kalimat serapan dari bahasa Yunani yang artinya belajar dengan bertanya-tanya. Historisitas bermakna ke-sejarah-an atau secara kesejarahan, atau sudut pandang sejarah. Kata sejarah dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab yaitu kata syajarah yang berarti pohon, dan juga berarti keturunan atau asal usul. [1] Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sejarah diartikan sebagai: 1) asal-usul (keturunan) silsilah; 2) kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; dan 3) pengetahuan atau uraian tentang perisiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. [2] Membicarakan masa lampau tentunya tidak bisa lepas dari kesahihan sumber data. Untuk konteks Indonesia (khususnya Aceh), selain sumber asing, data sejarah juga dapa