Kekuatan Kata
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ
يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (يس: 82)
Sesungguhnya
keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya:
“Jadilah!” maka terjadilah ia. (Q.S. Yasin [36]: 82).
Ayat ini dan beberapa ayat lain yang
senada kerap ditakwil karena dianggap tidak rasional. Karena terjadinya sesuatu
merupakan akibat dari perbuatan, sedangkan kata juga hasil perbuatan. Jadi
tidak logis dikatakan sesuatu mewujud hanya dengan kata-kata. Dari itu, “kun”
ditakwil sebagai aksi yang lebih dari sekadar kata. Mungkin logika ini kokoh
dari perspektif fisika newtonian modern. Tetapi dari perspektif fisika quantum
logika ini tidak cukup bertahan.
Fisika quantum mengungkapkan bahwa
inti atom berupa energi yang disebut elektron, proton dan sebagainya. Sementara
kata disampaikan lewat suara yang berupa gelombang. Temuan-temuan ini sinergi
dengan perkembangan filsafat postmodern yang melihat fenomena berbahasa sebagai
inti filsafat. Berbahasa dilihat sebagai media untuk terjadinya saling memahami
antarkomunikan. Lebih lanjut fenomena ‘saling memahami’ juga dilihat sebagai
kegiatan saling mempengaruhi. Nah, pertanyaannya, bagaimana pengaruh itu
terjadi?
Pertanyaan ini merupakan misteri
yang sebagiannya diduga terkuak oleh temuan ahli genetik. Dikatakan bahwa pada
kode genetik manusia berlaku teori nyala-padam. Kazuo Murakami, ahli genetik
Jepang mengatakan, bahwa kode genetik positif bisa diaktifkan dengan berpikir
positif. Jika dihubungkan dengan temuan fisika quantum dan pemikiran
kefilsafatan postmodern, bisa diajukan satu hipotesis baru. Mungkin saja
gelombang yang dipancarkan dalam komunikasi verbal juga dapat mengaktivasi kode
genetik antarkomunikan.
Hipotesis ini masih bersifat
spekulatif dan subjektif. Tetapi tidak salah jika dikaitkan dengan hikmah
larangan berkata buruk dalam Alquran. Misalnya ayat berikut: Allah tidak
menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang
dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Jika kamu
menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu
kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.
(QS. Al-Nisa’ [4]: 148-149). Selain ayat ini, Alquran juga melarang berkata “ah”
terhadap orang tua, bahkan tema larangan berkata buruk juga banyak dalam Hadis.
Semua ayat dan Hadis tersebut dapat digeneralisasi menjadi kaidah: “kata adalah
doa,” di bawah tujuan umum syariat memelihara akal.
Memerhatikan temuan saintifik dan filosofis
di atas, dapat diasumsikan kata adalah gelombang yang dapat mengaktivasi kode
genetik. Kiranya inilah sebabnya kita dilarang mengucapkan perkataan buruk dan
disuruh berkata baik, sebab kata memiliki kekuatan.
Komentar
Posting Komentar